Hogh, A dan Persson, Roentgen (2011) bahwa orang yang kerap mengalami intimidation dilaporkan mengalami kesehatan rational yang memburuk, ) Gejala fret yang timbul seperti sulit tidur, melankolik dan apatis termasuk pula menjadi sulit berkonsentrasi, merasa tidak nyaman dan kurang inisiatif
Seringkali malah kita tidak menyadari bahwa perilaku yang kita terima atau lakukan adalah perilaku intimidation. Contoh perilaku intimidation antara lain mengejek, menyebarkan rumor, menghasut, mengucilkan dan menakut-nakuti (intimidasi), mengancam dan menindas, memalak atau menyerang secara fisik (mendorong, menampar atau memukul). Sebagian orang mungkin menganggap adalah hal yang regular ketika atasan memarahi bawahan sedangkan kesalahan yang terjadi mungkin tidaklah mutlak kesalahan bawahan tersebut. Atasan yang terbiasa marah-marah agar pekerjaan diselesaikan bawahan dapat daja menganggap perilaku marah-marah tersebut ditujukan untuk memotivasi bawahan. Memaki bawahan bahkan didepan orang banyak di anggap lumrah karena memang salah bawahan padahal perilaku negatif yang dianggap sepele jika dilakukan berulang-ulang dapat menimbulkan dampak yang serius. Rayner dan Hoel ( 1997 ) mengelompokkan perilaku bullying ditemapat kerja dalam beberapa kelompok :
- Ancaman pada standing professoinal ( seperti mempermalukan di depan publik, menyalahkan karena kurangnya usaha);
- Ancaman pada pribadi (an effective ledekan, menghina, mengintimidasi dan merendahkan seseorang karena usianya)
- Mengisolasi ( misalnya mencegah pegawai mengakses kesempatan, mengisolasi secara fisik dan sosial dan menahan informasi)
- Beban kerja yang berlebihan ( tekanan yang terus menerus, batas waktu yang tidak mungkin terpenuhi dan disrupsi yang tidak perlu )
Dampak serius lain yang dapat terjadi antara lain united nations tidak dapat dibuktikan secara medis) pada karyawan/ pegawai yang mengalami intimidation
Dampak bullying Bullying memiliki pengaruh yang signifikan pada kesehatan fisik dan kesehatan intellectual tenaga kerja. Dalam beberapa kasus dampak bullying bisa kurang terlihat, namun berefek jangka panjang seperti menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological better-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Menurunnya kesejahteraan psikologis antara lain kecemasan, depresi dan agresi termasuk pula worry tingkat tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hansen, Meters. Penelitian yang dilakuan Hansen, dkk (2006) menunjukkan responden yang mengalami intimidation mendapat dukungan sosial yang rendah dari rekan kerja dan supervisor dan mereka juga melaporkan gejala somatisasi, depresi, kecemasan dan afeksi negatif dibanding responden yang tidak mengalami bullying. Perasaan stress menghadapi atasan atau membayangkan beban kerja yang memang berlebihan, memicu terjadinya sakit secara fisik dan menggangu kesehatan intellectual karyawan/ pegawai. Karyawan atau pegawai yang terbiasa diam bila dimarahi terus menerus suatu saat pun dapat saja melakukan perlawanan misalnya dengan menentang secara spoken. Melakukan agresi secara fisik juga dapat saja terjadi misalnya hanya dengan melihat mobil atasan dan keinginan merusak mobil tersebut sebagai luapan apak yang lebih buruk lagi. Penyesuaian sosial yang buruk misalnya pegawai/ karyawan tidak mampu lagi bekerja dengan baik di tempat kerja akibat bullying yang dialami.
Pelaku Intimidation Atasan yang tidak memiliki efikasi diri yang baik dalam menjalankan tupoksinya sebagai atasan pun memungkinkan di intimidation oleh bawahannya seperti dengan mengganggap remeh atasan ataupun menentang atasan secara langsung / tidak langsung. Perilaku bullying tidak hanya terjadi pada hubungan atasan bawahan tapi juga terjadi pada sesama rekan kerja. Orang yang memilki kepercayaan rendah beresiko mengalami intimidation karena orang yang memiliki kepercayaan diri rendah cenderung pasrah pada suatu keadaan yang tidak baik title cash advance Girard Kansas dan menganggapnya sebagai nasib yang harus dijalani. Dikucilkan oleh rekan kerja pada suatu kegiatan, ditinggalkan sendiri pada makan siang atau jam istirahat merupakan contoh kecil perilaku intimidation.
Faktor Penyebab Intimidation Faktor individual berpengaruh pada individu sehingga mengalami bullying seperti kepercayaan diri yang rendah, disabilitas, kelemahan fisik, rasa malu dan tidak asertif atau kepribadian yang cemas, kurang berteman, dan penolakan sosial (Coyne, dkk, 1999; Monks & Smith, 2000). Kepercayaan diri yang rendah, efikasi diri (keyakinan atas kemampuan diri dalam menjalankan tugas tertentu) yang tidak baik sehingga membuat seseorang minder, pasrah pada nasib, membiarkan ketidak adilan dan tidak memiliki keberanian mengkomunikasikan ketidakadilan, berpeluang menciptakan korban intimidation. Karyawan / pegawai yang selalu menerima saja pekerjaan yang bahkan melebihi beban kerjanya apalagi pekerjaan tersebut sebenarnya bukan tanggungjawabnya, akan memudahkan atasan ataupun rekan sekerja melakukan bullying karena ketika beban kerja yang sebenarnya bukan tanggung jawabnya tidak lagi mau dikerjakan dapat menimbulkan ketidaksenangan bawahan atau rekan kerja sehingga dikucilkan dan lain sebagainya.
Apa yang harus dilakukan? Ketika kita yang menjadi korban bullying, perlu diketahui bahwa pelaku intimidation akan merasa sangat puas dengan tekanan yang dilakukan pada orang yang ditindas sehingga yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang, jika memungkinkan mengkomunikasikan pada pelaku atas ketidakyamanan yang dialami atau meminta bantuan rekan kerja yang dianggap mampu menengahi. Bagian kepegawaian atau HRD juga harus mampu bersikap adil dalam memberikan asistensi karena tidak jarang pelaku bullyinglah yang mendahului korban intimidation menyampaikan masalah intimidation ini. Perlu dipahami pula, pelaku bullying bisa saja merupakan korban masa lalu. Pernah ditindas dan tidak memiliki copying approach yang baik untuk melewatinya sehingga situasi dan kondisi memungkinkan, ia akan membalskan dendam. Persepsi yang berkembang dengan baik dilingkungan kerja seperti : senior wajib “ di hormati “, bos tidak pernah salah, cukup memiliki andil memperpanjang intimidation. Mengantisipasi bullying ditempat kerja dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan bersama dikantor. Dengan mengesampingkan jabatan, disela kegiatan kantor dilakukan rekreasi, makan bersama, melakukan ibadah bersama dan kegiatan bermanfaat lainnya. Pembinaan pegawai lebih dioptimalkan lagi misalnya dengan kegiatan konseling karena dengan menemukali bullying dan korban intimidation dapat ditangani dengan lebih baik atau melakukan pelatihan pengembangan diri. Dengan demikian lingkungan kerja yang sehat akan mendukung pula kinerja pegawai menjadi lebih baik lagi.